Serang pribadi di dalam debat capres dan kekeliruan penalaran "ad hominem"
Debat calon presiden pada Minggu 7 Januari 2024 dinilai banyak pihak kurang pantas karena banyak serangan terhadap pribadi. Cara berdebat seperti itu mengandung kekeliruan yang dalam bahasa logika disebut "kekeliruan penalaran" (logical fallacy).
![]() |
Credit: Infoindonesia.id |
Perlu diketahui, logika adalah keterampilan berpikir lurus. Suatu pemikiran disebut lurus apabila kesimpulan (consequens) dapat ditarik secara masuk akal dari premis-premisnya (antecedens).
Perhatikan silogisme ini: Semua manusia berkaki empat. Joni adalah manusia. Maka Joni berkaki empat. Jelaslah ini cara berpikir yang logis. Namun kenyataannya tidak ada orang (apalagi semua manusia) berkaki empat. Jadi cara berpikirnya lurus, tapi tidak benar alias tidak sesuai kenyataan. Logika bukan soal kebenaran.
Kekeliruan Penalaran
Walaupun pada dasarnya setiap orang mampu berpikir lurus, termasuk juga lurus dan benar, sering pula ada yang membuat kekeliruan dalam menalar. Salah satu bentuk kekeliruan penalaran adalah argumentum ad hominem.
Argumentum ad hominem berasal dari bahasa Latin yang berarti argumen yang menyerang orang (homo-hominis = manusia). Kalau seseorang berargumen (misalnya di dalam debat capres) dengan menjelekkan pribadi lawan dengan menyatakan bahwa lawannya itu bodoh, maka dia menggunakan jenis argumen ini.
Baiklah kita lihat lebih rinci tentang jenis argumen seperti ini. Ada lima jenis argumentum ad hominem yang bisa dipakai, yaitu kamu juga (tu quoque), pelecehan (abusive), circumstantial, kesalahan asosiatif (guilt by associtation), dan asal usul (genetic argument).
Tu Quoque
Kata ini dalam bahasa Latin berarti "kamu juga." Argumen ini dipakai untuk mendiskreditkan seseorang dengan menunjukkan kekurangan, kesalahan, atau inkonsistensinya.
Misalnya, capres X menyampaikan visi misi tentang pemberantasan korupsi. Lalu capres Y mengatakan bahwa capres X tidak pantas menyampaikan itu karena selama menjadi pejabat sebelumnya yang bersangkutan "juga" tidak becus dalam pemberatasan korupsi.
Argumen ini keliru karena tidak tertuju pada validitas penyataan dari capres X, melainkan pada diri pribadinya.
Argumen pelecehan
Argumen pelecehan (abusive argument) dilakukan dengan kasar atau melecehkan (menghina) seseorang. Jenis argumen ini menyerang sifat, tingkat kecerdasan, penampilan, atau sifat personal lain. Kekeliruan penalarannya ialah tidak mengkritisi validitas argumen lawan debat.
"Anda sudah tua bangka, tidak layak menjadi presiden." Ini adalah argumen pelecehan dan sama sekali tidak menyentuh esensi argumen.
Jenis argumen ini sering dipakai untuk mengintimidasi, menghina, atau mendiskreditkan lawan debat tanpa masuk ke isi perdebatan atau tanpa menyampaikan evidensi (data).
Circumstantial Argument
Jenis argumen ini dipakai untuk membujuk seseorang dengan memanfaatkan keadaan, minat, atau motif pribadi.
Jika seorang juru kampanye berkata, "Kita harus memilih capres X karena dia akan menaikkan gaji pegawai", orang itu menggunakan argumen jenis ini. Kelihatannya ini argumen yang lurus. Namun kekeliruannya terletak pada tidak dibahasnya substansi dari kebijakan penaikan gaji tersebut. Pokoknya gaji naik itu bagus.
Di dalam kampanye capres kali ini janji-jani tersebut banyak sekali terlihat dari semua capres. Ada yang menjanjikan kenaikan gaji dan membangun perumahan tentara, ada yang berjanji kasih makan gratis, dan lain-lain.
Kesalahan asosiatif
"Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya", kata pribahasa lama. Seseorang menjadi baik atau jahat karena pengaruh lingkungnnya. Hal ini sering dipakai dalam berargumentasi. Tetapi ini mengandung kekeliruan penalaran ad hominem yang disebut "kesalahan asosiatif" (guilt by association).
Argumen ini dipakai untuk mendiskreditkan seseorang dengan menghubungkan dirinya dengan sesorang, kelompok, atau ideologi/pola pikir. Jika seseorang berkata, "Kita tidak bisa percaya politikus X karena dia adalah teman dari seorang pengusaha korup", maka dia menggunakan argumen ini.
Contoh lain adalah menghubungan seseorang dengan suku, agama, atau organisasi tertentu sebagai alasan untuk mendiskreditkannya.
Kekeliruan asal usul
Kekeliruan asal usul (fallacy of origin) disebut juga kekeliruan genetik (genetic argument fallacy). Jenis argumen ini sering juga kita temukan di masyarakat atau di dalam percakapan.
Contoh dari argumen kekeliruan asal usul adalah situasi yang dialami seseorang yang dulu meraih gelar doktor di Uni Sovyet. Orang itu tidak pernah bisa mendapatkan pekerjaan di Indonesia karena dia belajar di negara komunis.
Jika seseorang berkata, "Kita tidak bisa percaya politikus X karena bapaknya dulu PKI", maka dia menggunakan argumen ini. Pada jaman Orde Baru konsep kebijakan "bersih lingkungan" menggunakan model argumen ad hominem jenis ini. Akibatnya anak-anak dari para ex-PKI dirugikan.
Kendati semua kekeliruan yang sudah disebutkan di muka, argumentum ad hominem memiliki sisi positifnya juga karena bisa menjadi cara untuk mengecek kredibilitas seseorang.
Mengapa menggunakan argumen ad hominem?
Orang menggunakan argumen ad hominem bisa karena tidak sengaja atau sengaja. Bisa saja seseorang tidak sengaja menggunakan argumen ini karena memang dia tidak mengerti apa-apa tentang kaidah berargumen yang baik dan elegan.
Penggunaan secara sengaja bisa didasarkan niat untuk menjatuhkan secara mudah. Jika seseorang merasa tidak sanggup atau kewalahan berargumen secara substantif (mengkritisi kebijakan, misalnya) karena kekurangan data (evidensi), maka argumen ad hominem menjadi cara mudah untuk menyelamatkan diri.
Orang bisa juga menggunakan jenis argumen ini karena kebencian atau ketidaksukaan secara personal. Maka taktiknya ialah menunjukkan hal-hal yang dia anggap buruk dari diri orang yang dia benci.
Kita lihat apakah pada debat-debat berikutnya akan ada lagi argumen ad hominem.
Komentar
Posting Komentar