Beranikah Otorita IKN mengadopsi model Simpukng dalam pengelolaan hutan di Ibu Kota Nusantara?
![]() |
Peneliti CSF Unmul di dalam simpukng |
Pada diskusi itu saya menyampaikan deskripsi tentang karakteristik masyarakat adat di IKN, dengan fokus pada orang Paser Balik dan Semunte. Saya tidak sempat berbicara banyak tentang kearifan lokal; hanya sedikit menyebut tentang pengelolaan hutan tradisional Dayak yang disebut "simpukng".
Meskipun ketika dihubungi oleh OIKN dikatakan bahwa saya diminta untuk menjadi anggota tim penyusun kebijakan, saya kira yang diharapkan dari saya cuma sampai kegiatan konsinyering tersebut. Jadi saya hendak melanjutkan partisipasi dengan "berbicara" melalui media ini.
Lima unsur kearifan lokal
Berbagai referensi menampilkan definisi-definisi kearifan lokal yang sering berbeda. Baiklah dicari titik temunya. Komponen-komponen berikut dapat ditemukan di dalam banyak definisi.
- Tradisi: kearifan lokal diturunkan dari generasi ke generasi (biasanya secara lisan). Ruang lingkupnya terbatas pada kelompok sosial dan budaya tertentu.
- Memuat dua "roh" pokok kebudayaan secara tersembunyi, yaitu nilai dan norma. "Nilai" adalah ide tentang apa yang baik, benar, dan adil. "Norma" adalah ide tentang perilaku yang baik, benar dan adil. Norma diturunkan dari nilai. Kalau mau digali lebih dalam lagi, nilai dan norma bersumber dari "kepercayaan", yaitu paradigma ideologis tentang dunia (worldview). Misalnya, kepercayaan akan kesatuan alam dan manusia (ko-esensi) melahirkan nilai bahwa alam sama pentingnya dengan hidup manusia. Perilaku yang baik dan benar adalah merawat dan melindungi hutan.
- Pengetahuan: Kelompok masyarakat, sebagian atau seluruhnya, tahu tentang tradisi, kepercayaan, nilai, dan norma tersebut.
- Praktik dan ekspresi: Apa yang diketahui dan dihayati sebagai baik, benar, dan adil tersebut dipraktikkan atau diekspresikan di dalam komunitas, baik di masa sekarang maupun di masa lampu.
- Modalitas sebagai cara mengekspresikan, mewujudkan, atau menjalankan suatu kearifan lokal. Modalitas bisa sangat sederhana, bisa juga kompleks. Modalitas pengelolaan hutan buah (simpukng) dan tana ulen (hutan candangan orang Kenyah) itu cukup kompleks.
"Simpukng" sebagai kearifan ekologis suku Dayak
Simpukng atau munaan (Bahasa Benuaq) di Kalimantan Timur umumnya disebut lembo. Pada suku Paser disebut sipukng dan orang Bahau menyebutnya lepu'un. Saya kira simpukng terdapat di semua rumpun dan sub-suku Dayak di Borneo dengan nama-nama yang berbeda.
![]() |
Buah dari simpukng |
Menurut Prof. Paulus Matius, pakar dendrologi dari Universitas Mulawarman, simpukng memenuhi kebutuhan manusia dan satwa akan hal-hal berikut:
- Buah-buahan.
- Makanan.
- Rempah-rempah.
- Bahan bangunan.
- Obat.
- Perlengkapan ritual.
- Kayu bakar.
- Pakan satwa liar.
- Tanda kepemilikan lahan tradisional (secara adat).
![]() |
Ternak sapi dalam simpukng |
Komentar
Posting Komentar