Masuk sekolah jam 5 pagi: kesia-siaan yang dipaksakan
![]() |
Credit: Pyxabay |
Apa itu disiplin dan pendisiplinan menurut Pak VL?
Saya tidak tahu apa isi pikiran gubernur tentang disiplin dan pendisiplinan. Tapi kalau lihat dari keputusan dia untuk mewajibkan sekolah jam 5 pagi, agaknya dia memahami "disiplin" sebagai "keberanian melawan kenyamanan". Boleh juga sih. Bukankah untuk mencapai keluhuran kita harus bisa melawan kenyaman.
Jam 5 pagi biasanya adalah waktu kebanyakan orang masih merasa nyaman di tempat tidur, apalagi untuk anak muda. Makanya saat masih usia muda (terutama remaja) bangun pagi-pagi sering menjadi kesulitan. Seiring usia seseorang bangun pagi-pagi tidak lagi menjadi persoalan.
"Pendisiplinan" adalah cara membuat disiplin. Tentang ini gubernur beranggapan bahwa cara yang paling cocok untuk membentuk keberanian melawan kenyamanan adalah masuk kelas sekolah pagi-pagi. Nah... di sinilah gubernur tidak mempertimbangkan banyak aspek. Sepertinya dia baru saja membeli kacamata kuda.
Kesalahan dalam pertimbangan
VL tidak mempertimbangkan bahwa untuk mulai sekolah jam 5 sebagian siswa dan orangtua orang mungkin harus bangun jam 3, khususnya untuk mereka yang berjarak jauh dari sekolah. Dia juga tidak melihat aspek keamanan ketika anak-anak harus bepergian ke sekolah di kegelapan malam yang sepi.
VL juga mengabaikan kemungkinan kesulitan transportasi karena kendaraan umum belum banyak beroperasi. Kalau pun semua memiliki kendaraan pribadi, suatu ketika bisa saja ada halangan untuk membawanya ke sekolah. Lebih rumit lagi urusan kalau itu menyangkut siswa dari keluarga tidak mampu. Atau orang NTT "berduit" semua?
Konon untuk persoalan transportasi akan dibereskan oleh pihak Walikota Kupang. OK. Satu persoalan teratasi. Semoga memang demikian.
Gubernur VLmerenggut hak siswa untuk memiliki jam tidur yang cukup. Saya dengar ahli dari Ikatan Dokter Indonesia mengatakan tidak bermasalah dari segi kesehatan untuk sekolah subuh, asalkan jam tidurnya cukup, yaitu 8 jam setiap hari. Masalahnya, bagaimana mengatur tidur supaya cukup?
Kalau seorang anak harus bangun jam 3 pagi, maka dia harus tidur pada jam 7 malam. Habis makan malam langsung tidur. OMG!! Lalu, apakah harus tidur siang selama 2 jam supaya bisa tidur malam jam 9?
Sekolah terlalu pagi juga akan meningkatkan biaya yang akan memberatkan warga kurang mampu. Kalau siswa tidak sempat makan pagi (dan saya kira terlalu pagi juga belum muncul selera makan). Solusinya mereka harus jajan di sekolah. Itu OK saja buat yang berdhuit. Atau bawa obento alias nasi kotak. Itu bisa jadi solusi. Namun orangtua bisa terbebani juga.
Waktu masih sekolah saya sering bangun subuh untuk belajar, terutama kalau ada ujian. Tujuannya untuk menyegarkan ingatan atas apa yang sudah dipelajari sebelumnya. Saya yakin ada juga anak-anak sekolah sekarang yang melakukan hal yang sama. Bila sekolah dimulai subuh, maka waktu itu direngggut dari mereka.
VL beralasan, masuk sekolah subuh adalah untuk meningkatkan mutu, sehingga juga mengurangi pengangguran. Namun alasan-alasannya lebih bersifat asumtif dari pada ilmiah.
Hanya untuk siswa kelas XII: kesia-siaan belaka!
Kembali ke pengertian disiplin. Disiplin yang genuine adalah yang mengalir dari kesadaran batin akan nilai dari suatu sikap atau tindakan. Nilai adalah ide tentang sesuatu yang baik. Jadi disiplin mestinya merupakan ungkapan atau perwujudan dari kesadaan akan kebaikan. Menurut VL melawan kenyamanan itu baik.
Kita semua tahu bahwa kesadaran seperti itu tidak dapat dibentuk dalam satu atau dua bulan. Ia harus dimulai dengan normal dan dilatih terus menerus sampai menjadi biasa, menjadi habitus.
Nah, sekarang bulan Maret. Siswa-siswi kelas XII tinggal 3 bulan lagi di sekolah. Itu waktu yang tidak cukup untuk membangun habitus disiplin. Malah sebaliknya, pemaksaan sekolah subuh ketika mereka harus konsentrasi pada ujian-ujian, akan menimbulkan tekanan mental yang dapat mengganggu capaian ujian.
Dengan demikian peningkatan mutu yang diimpikan VL tidak akan tercapai. Bicara tentang mutu, apakah gubernur telah menyiapkan sarana, prasarana, sistem pembelajaran, dan guru yang berkompetensi dan berdedikasi tinggi?
Setuju pak
BalasHapus