Simposium Borneo Raya: IKN Nusantara, Giliran Kalimantan untuk "Menerima" Setelah Banyak Memberi?
![]() |
Ilustrasi IKN (Maru-Maru) |
Kalimantan sudah sangat (terlalu?) banyak "memberi", baik kepada negara maupun swasta (konglomerat) di luar Kalimantan. Sudah sejak awal masa pembangunan sumber daya alam Kalimantan dieksploitasi terus menerus hingga sekarang.
Awalnya eksploitasi hutan melalui ijin-ijin konsesi pembalakan hutan yang dikenal sebagai Hak Pengusahaan Hutan (HPH). Hal itu didorong oleh UU Pokok Kehutanan tahun 1967. Sejak akhir 1960an sampai tahun 1980an, perusahaan-perusahaan pemegang HPH menjamur. Hasilnya, sebagian besar dibawa ke luar Kalimantan.
HPH disusul oleh penambangan minyak bumi dan gas, emas, dan batubara. Hasilnya, ribuan triliun Rupiah dibawa ke luar Kalimantan; yang kembali untuk membangun Kalimantan jumlah "T"-nya bisa dihitung dengan jari. Begitu juga dengan perkebunan sawit dan hutan tanaman industri.
Bukan saja secara ekonomi Kalimantan kurang diuntungkan; secara ekologi dan sosial pun dampak eksploitasi itu sangat serius. Salah satunya adalah krisis air bersih di desa-desa yang dekat dengan perkebunan dan tambang, pencemaran sawah, dan konflik-konflik sosial.
Para ahli menyebut kondisi semacam itu "kutukan sumber daya alam" (natural resource curse). Ibarat tikus mati di lumbung padi.
Cara negara memperlakukan Kalimantan selama ini sudah dilihat dengan kacamata yang cukup buram, kalau tidak mau disebut gelap.
IKN Nusantara: Giliran Kalimantan untuk "menerima"?
Kehadiran IKN Nusantara di bumi Kalimantan dipandang dengan kacamata yang lebih cerah. Ada harapan untuk menerima lebih banyak setelah sangat banyak memberi.
Alasan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan sebagai bentuk pemerataan pembangunan disambut dengan baik oleh orang Dayak. Apalagi secara prediksi pertumbuhan ekonomi Kaltim akan terdongkrak ke 7,6% dan Kalimantan 4.9%, sebagai dampak pembangunan IKN (Bappenas).
Meskipun dalam jangka pendek dampak IKN untuk seluruh Kalimantan itu kecil; tidak demikian untuk jangka panjang (Hermansyah, Pontianak), sebab pembangunan Kalimantan akan menjadi lebih terkoordinasi berkat IKN (Putra Firdaus, Kalsel). Kristianus Atok (Kalbar) menyebut harapan pembangunan akan menjadi lebih jelas.
Terkoordinasinya pembangunan Kalimantan itu bisa terjadi pada berbagai bidang. Di antaranya yang terpenting adalah infrastruktur wilayah dan infrastruktur pendidikan yang menjadi kebutuhan utama Kalimatan. Tidak baiklah bagi IKN untuk berdiri megah sendiri, sedangkan wilayah sekitarnya merana.
Asia Sidot juga menyepakati kemungkinan adanya dampak positif itu. Dia menambahkan, lapangan kerja juga akan bertambah.
Pembangunan biasanya bawa banyak korban
Pendekatan developmentalis dalam pembangunan sudah terbukti menimbulkan banyak korban. Korbannya ialah orang-orang kecil yang kurang pendidikannya, yang tidak punya leverage ekonomi dan politik.
Pembangunan IKN tidak boleh membawa korban semacam itu. Idealnya begitu. Namun kemungkinan jatuh korban itu ada dan nyata. Maka proses pembangunan IKN harus dikawal dengan ketat oleh orang Kalimantan agar tetap pada jalur yang tepat. Orang Dayak siap untuk menjadi "pengawal".
Artikel terkait: IKN Jadi Fokus Kongres Borneo Raya
Anda mungkin tertarik dengan versi video? Langsung saja klik di sini.
Komentar
Posting Komentar